Novel Petualangan Laki-laki Cina Karya Maxine Hong Kingston, oleh Fany Chotimah

Judul Asli: China Men
Alih bahasa: Vicky Gunawan
Cetakan pertama: Mei 1982
Penerbit: IQRA-Bandung
Pencetak: PT.Al Maarif-Bandung

Ayah, ada kalanya engkau begitu riang. “Hayo, kita bermain kapal-kapalan!” katamu.
“Akan ku buatkan kapal terbang unik bagimu”.Dan engkau menangkap seekor capung, menjepitnya di antara jarimu. Sepasang sayap binatang yang tampak bagaikan terbuat dari plastik bergetar-getar. Kepala binatang dengan mata melotot bagaikan memandangi kami.
Sekelumit kutipan diatas saya ambil dari bagian awal novel Petualangan Laki-laki Cina. Saat pertama membaca bagian awal novel ini ingatan saya dibawa ke masa kecil. Saya diingatkan kembali moment yang kurang lebih sama yang pernah dilalui seorang anak perempuan dengan sang ayah. Di satu moment si tokoh Aku sang anak yang tengah bermain-main dengan sang ayah yang sedang riang, menemukan kejanggalan sikap pada ayahnya. Menurut sang anak, sang ayah biasanya tidak senang bermain-main bersama dia dan adik-adiknya. Sang ayah lebih sering marah dan menakutkan. Akibatnya sang anak membayangkan segala sesuatu mengenai diri sang ayah dan dari sinilah kisah berawal.
Saya menikmati cara bertutur penulis yang menggunakan sudut pandang sang anak. Cerita novel ini mengalir bak dongeng petualangan yang kaya akan kisah oleh seorang anak yang memang pandai bercerita. Sesuai judulnya Petualangan Lelaki Cina merekonstruksi kisah petualangan para lelaki dari pihak ayah dimulai dari sang ayah (Baba), kakek (Ah Po), kakek buyut(Ah Goong), paman (Sam Bak), yang melakukan petualangan menuju gunung emas. Gunung emas yang dimaksud adalah Amerika dimana pada abad 18 terjadi migrasi besar-besaran orang-orang Cina berbondong-bondong pergi ke Amerika untuk bekerja mencari kekayaan demi kehidupan yang lebih baik.
Pada kenyataannya perjalanan menuju kebahagian itu tidaklah mudah, dimulai urusan administrasi memanipulasi dokumen perjalanan, biaya perjalanan yang mahal didapat dengan menjual ladang atau meminjam tetangga dengan bunga berlipat dan sumpah tak akan melupakan jasa-jasa keluarga yang mau memberi pinjaman secara turun temurun dari generasi ke generasi. Setelah tiba di Gunung Emas pun perlakuan tak manusiawi harus diterima, penipuan, pemerasan, dan segala bentuk ketidakadilan harus dialami. Sesuatu yang saya anggap romantis sekaligus miris saat dimana para lelaki petualang itu tak pernah lupa mengirim surat pada keluarga di tanah leluhur, kadang sengaja memanipulasi isi surat dengan tidak mengabarkan kondisi sebenarnya agar keluarga mereka tak perlu bersedih, mereka juga melengkapinya dengan foto diri terbaru.
Sejarah pun tak berlaku adil pada orang Cina. Pembuatan rel kereta api pertama di Sierra Nevada pekerjaan yang memakan waktu tiga tahun menembus batu granit melibatkan ribuan orang Cina, tak mengabadikan orang Cina saat peresmian jalan rel tersebut. Seperti yang dituturkan tokoh sementara siluman-siluman kulit putih sibuk memotret, orang-orang Cina sibuk meninggalkan tempat karena pengusiran telah dimulai. Ah Goong juga tidak muncul dalam potret-potret.
Begitupun dengan hukum, satu bab khusus dalam novel ini berjudul Undang-undang membahas undang-undang yang diberlakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dengan kesepakatan Kerajaan Cina. Diantaranya pada tahun 1878 di San Fransisco ditetapkan peraturan pajak kuncir rambut, pajak cerutu, pajak sepatu, pajak penatu serta pajak penggunaan udara ditiap kediaman. Saya tidak bisa membayangkan pajak terakhir mengenai penggunaan udara bagaimana soal perhitungan tarifnya. Setiap tarikan napas berarti denda, tidak mungkin untuk menghindari pajak dengan cara tidak bernapas bukan? Saya jadi teringat penuturan guru agama saya saat SD dulu dia menganalogikan Tuhan yang pemurah dengan analogi udara yang kita hirup saja gratis tak perlu bayar (saya pikir analogi Tuhan pemurah seperti ini tidaklah tepat bahkan untuk anak SD sekalipun), itu karena Tuhan pemurah jika tidak seumur hidup manusia tidak akan sanggup membayar. Ternyata pada masa pajak itu berlaku Tuhan tak ada. Tuhan diganti manusia licik yang bisa mengklaim udara menjadi miliknya. Untunglah pajak penggunaan udara itu sudah tak berlaku lagi saat ini. Tuhan ternyata ada dan Maha Pemurah.
Lain lagi dengan kisah tentang saudara laki-laki di Vietnam, saat perang Vietnam pecah semua warga Amerika harus memenuhi panggilan dinas ketentaraan tak terkecuali orang-orang Cina Amerika. Saudara laki-laki di Vietnam yang pada awalnya bekerja sebagai guru, dengan tubuh sempurna dan tidak cacat yang tidak mungkin terbebas dari dinas ketentaraan. Dia memilih Angkatan Laut, dengan alasan tidak ingin membunuh karena pada Angkatan Udara, dia harus menjatuhkan bom yang membunuh begitu banyak manusia. Ayah (Baba) pun mendapat panggilan masuk dinas ketentaraan. Tapi Baba tak kehabisan akal untuk melepaskan diri dari perang banyak cara yang bisa dipilih dari memutuskan jari telunjuk oleh tukang jagal, meminum obat yang bisa melumpuhkan pita suara, atau minum tinta sebanyak mungkin sehingga bisa lolos dari hasil foto Rontgen. Baba memilih menguruskan badan hingga sekurus tulang dilapisi kulit dan akibatnya Baba tidak bisa gemuk hingga kapan pun.
Kisah laki-laki berusia seratus enam tahun sebagai kisah pamungkas petualangan lelaki Cina merupakan penutup yang indah. Lelaki berusia seratus enam tahun ini bekerja dikebun tebu dengan gaji empat dolar sebulan. Tugas pertama yang dilakukannya adalah membersihkan semak belukar agar tanah dapat ditanami tebu.
“Dalam waktu seratus enam tahun yang begitu panjang, bilamana dan apa yang memberikan anda perasaan bahagia yang amat besar?”. lelaki itu menjawab “Pada saat aku melihat pucuk hijau dari tanaman bersembulan keluar..”.
Betapa lelaki itu mencintai hidup.. dengan sengaja saya memilih novel ini untuk kisah buku kali ini sebagai jawaban atas pertanyaan lelaki bukan Cina yang bertanya apakah saya sudah membaca Petualangan Lelaki Cina yang saya beli darinya.
Ada bagian menggelitik membuat saya tersenyum, lalu kagum hingga terharu. Teringat motto hidup lelaki Cina Indonesia yang masih hidup sehat dan tampak bahagia hingga saat ini. Dia berprofesi sebagai pengusaha kartu ucapan ternama juga self motivator, motto hidupnya berbunyi “Jika kamu lunak pada dirimu, maka kehidupan akan keras padamu. Jika kamu keras pada dirimu maka kehidupan akan lunak padamu” jika saya tidak salah kurang lebih redaksionalnya seperti itu. Saya jadi teringat sosok ayah saya yang tak lagi muda. Saya yakin setiap kerutan di wajahnya menyimpan kisah petualangan tersendiri. Bagi saya novel Petualangan Lelaki Cina ini menjadi sangat indah karena lahir dari tangan seorang penulis perempuan.

Share:

0 komentar