Monday 21 May 2018

Membaca Buku Gerak-Gerik Allah: Sejumput Hikmah Spiritual, oleh Bunga Hening Maulidina


DOA
Danarto. Nama akrab di telinga saya, karena Bapak pernah menyebut-nyebutnya. Saya ingat Bapak menunjukkan sampul buku Godlob (berwarna putih dengan gambar raksasa). Diterbitkan Rombongan “Dongeng Dari Dirah” (1974). Sampai kini saya belum membaca seluruhnya Godlob.
Danarto. Di rubric Potret, SuaraMerdeka, hari Minggu 27 November 1994. Di situ ada keterangan, setelah sempat menetap di Majalah Zaman (1975-1984) dan mengajar di IKJ (1973-1984) sebagai dosen menggambar, kegiatannya menulis lepas. Lalu membantu lepas di kolom Refleksi dan Hikmah ketika Republika berdiri. Namun juga banyak mengirim naskah ke perbagai majalah maupun harian.
Beserta pula Kompas, Sabtu 27 Juli 2002 “CeritaRupa dan Mistik Danarto”. Kisah yang tidak lengkap. Bertahun-tahun setelah mengetahui nama Danarto saja—akhirnya kini saya (jadi) membaca tentang Danarto lewat tulisan-tulisan tersebut. Beserta kemudian buku Gerak-Gerik Allah: Sejumput Hikmah Spiritual, cetakan kedua (1999) diterbitkan Penerbit Risalah Gusti, Surabaya.
Buku ini kumpulan tulisan Danarto pada rubric Hikmah, Republika.
“Mulai pertengahan 1993 dia menulis rubrik “Hikmah” di surat kabar baru ibukota, Republika. Rubrik ini bertempat di halaman depan, muncul setiap hari, dan kolumnisnya berganti-ganti. Sastrawan Danarto sering menulis di ruangan itu, di samping rubric tetapnya di Republika edisi hari Ahad berjudul “Refleksi”.
Tulisan Danarto ini pendek-pendek, antara 35-50 baris saja, selalu dimulai dengan beberapa kalimat dipetik dari masa satu setengah millennium silam, yaitu sekelumit hadis Rasulullah saw. Dengan demikian maka Danarto mengukuhkan makna langgengnya contoh perilaku kehidupan junjungan kita itu di masa lalu, sebagai pedoman akhlaq yang luhur untuk kemanusiaan, bagi zaman ini.
Setiap tulisannya, seperti air kolam di lereng gunung, Nampak biru bening dan bila dimisalkan nyanyian, maka kita menyimak nada yang tenang. Ibarat baju, maka kain bahannya belacu, dengan potongan dan jahitan bersahaja. Susah menunggu waktu bila kolom Danarto jadi keruh dan entah kapan kita mendengar nada suaranya meninggi. Ibarat seorang disainer, kain bahannya sederhana dan dia tidak menyodorkan mode pakaian yang aneh-aneh” (PengantarTaufiq Ismail, 6 Oktober 1996, dalamGerak-Gerik Allah: SejumputHikmah Spiritual, 1999: xi).
Ibarat baju, maka kain bahannya belacu, dengan potongan dan jahitan bersahaja. Begitulah kata Taufiq Ismail.
Danarto. Suatu malam saya melihat kabar di beranda media sosial, tentang kepulangannya. Esoknya Bapak takziah. Buku-buku masih bias dibaca. Tulisan masih bias dibaca. Untuk mendapatkan pelajaran-pelajaran.
Kini Danarto sudah berpulang. Jangan meratap, seperti teladan Kanjeng Nabi. Monggo berdoa seperti ketika Kanjeng Nabi berdoa untuk Abu Salamah; Ya Allah! Ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya dalam kelompok orang-orang yang mendapat petunjuk, berilah penggantinya setelah kepergiannya menyusul orang-orang yang telah berlalu ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta alam, berikan dia kelapangan di dalam kuburnya, dan terangilah dia di dalam kuburnya. Amin. []

// Bunga Hening Maulidina, menulis puisi dan cerpen. Aktif di Diskusi Kecil Pawon

No comments:

Post a Comment