MENELUSURI SEMESTA LANGIT “MALAM UNTUK ASHKII DIGHIN”, oleh Ruth Yuliana Salim


Malam Untuk Askhii Dighin adalah buku kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Liswindio Apendicaesar. Judul buku kumpulan cerita pendek ini diambil dari salah satu cerita pendek di dalamnya yang berjudul sama. Buku yang diterbitkan Bukukatta ini berisi 15 cerita pendek dengan tema dan cerita yang tidak biasa. Ulasan buku ini terbagi menjadi beberapa bagian berupa impresi awal, ide-ide yang dibahas, sisi bahasa, bagian yang berkesan bagi pengulas, dan kesimpulan
Pertama, impresi awal. Setiap cerita dalam buku ini merupakan pembenaran terhadap perkataan "apa yang kau tulis mencerminkan dirimu". Jika dilihat dari tema besar dan cara bercerita penulis, pembaca dapat secara instan mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kesukaan serta menarik perhatian penulis. Sepertinya penulis punya minat yang besar terhadap isu-isu sosial, musik, serta bacaan filsafat. Hal ini dapat dilihat dari ditemukannya cerita-cerita berlatar belakang feminisme, LGBT, hingga pencarian makna hidup dan eksistensi diri dalam buku ini. Selain isu-isu sosial dan bacaan filsafat, ditemukannya istilah-istilah sulit yang mungkin tidak dimengerti sebagian orang adalah bukti bahwa penulis memiliki wawasan yang luas (terdapat istilah-istilah soal matematika-fisika, kedokteran, serta geografi) dan ini tercermin dalam setiap cerita yang ada.
Kedua, dari sisi kesusastraan. Pilihan kata-kata yang digunakan penulis tidak seperti yang ditemukan dalam buku-buku cerita yang ada di pasaran saat ini, yang seringkali menggunakan bentuk formal dan tidak formal sekaligus serta dipenuhi bentuk percakapan sehari-hari yang tidak formal agar menarik dan lebih mudah dimengerti bagi anak-anak muda. Pilihan kata yang digunakan oleh penulis memberi kesan "sastra" yang kuat dan mungkin akan terkesan sebagai bacaan yang "berat" dan sulit dipahami bagi yang tidak terbiasa, tapi di sisi lain juga semakin menambah kesan uncommon dari buku ini. Selain itu, terdapat bentuk personifikasi tokoh rumput dalam "Nyinyir, Ergo Sum" yang membuat cerita tersebut menjadi semakin unik.

Cara penulis "menggambarkan" ceritanya pun berbeda dalam setiap cerita. Jika dalam "Di Ujung Nama Perempuan Pertama" pembaca dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh tokoh Lilith, Adam, dan Hawa yang dinarasikan oleh penulis, maka di cerita yang berbeda, penulis juga menggunakan cara yang berbeda untuk menggambarkan apa yang sedang dipikirkan oleh tokoh-tokoh dalam cerita. "Dongeng Negeri Z" misalnya, menawarkan visualisasi setiap detil cerita yang didukung dengan analisis saintifik sehingga pembaca dapat membayangkan setiap detail kisah cinta terlarang antara Ro dan Ru.
Ketiga, ide-ide yang dibahas. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, buku ini dipenuhi oleh cerita-cerita yang fokus pada isu-isu sosial yang sekarang sedang menjadi topik pembicaraan hangat. Cerita yang berjudul "Di Ujung Nama Perempuan Pertama", "Keadilan Untuk Elisa", dan "Atma dan Wayang Bebernya" misalnya, sangat erat dengan semangat feminisme dan kesetaraan gender. Dalam cerita "Sepotong Kisah Sang Waktu", "Sidang Arwah", "Igigi, Anunnaki, dan Manusia", "Nyinyir, Ergo Sum", "Monolog Delapan Mimpi", "WULAN.EXE", serta "Hidup Itu Tragedi, dan Kematian adalah Elegi" pembaca diajak untuk berpikir holistik sekaligus absurd dalam mencari makna kehidupan serta eksistensi diri. Dan yang paling menarik, dalam cerita "Dongeng Negeri Z", "Flaneur", "Malam Untuk Askhii Dighin", "Peraduan Tetrapoda", serta "Anatomi", pembaca diajak untuk berpikir memaknai kehidupan melalui kacamata minoritas (gender, preferensi seksualitas, tingkat kesehatan mental) yang seringkali menjadi objek tindakan diskriminatif.
Ide-ide seperti filsafat eksistensialisme, absurditas, dan feminisme mungkin akan semakin menambah kesan "berat" buku ini bagi beberapa kalangan. Namun, bagi penikmat buku-buku fiksi lampau karangan sastrawan seperti Iwan Simatupang dan Albert Camus yang sarat akan pemaknaan hidup yang absurd, buku ini memberikan kesan yang serupa dalam beberapa ceritanya (terutama "Nyinyir, Ergo Sum", "Hidup Itu Tragedi, dan Kematian adalah Elegi", "Flaneur", dan "Igigi, Anunnaki, dan Manusia"). Selain itu, jika dilihat lebih jeli, hampir keseluruhan cerita dalam buku kumpulan cerpen ini mendorong pembacanya untuk berpikir dengan mendekonstruksikan pola pikirnya tehadap standar moral dan bagaimana dunia ini berjalan, yang sarat akan semangat posmodernisme.
Selain ilmu-ilmu sosial, sains dan musik juga mendapat tempat dalam beberapa cerita di buku ini. Cerita "Sepotong Kisah Sang Waktu" misalnya, berisi kisah seorang gadis yang secara tidak sengaja masuk ke dimensi lain yang digambarkan penulis dengan istilah-istilah yang sering kita temukan dalam ilmu matematika dan fisika modern seperti “hipergeometri” dan “fraktal”, sementara cerita "WULAN.EXE" yang dari judulnya saja sudah menimbulkan kesan adanya sentuhan teknologi yang di dalam ceritanya memuat tentang bilangan biner yang digunakan dalam pembuatan sebuah software program komputer. Lain halnya dengan "Peraduan Tetrapoda", dari judulnya saja kita dapat menebak penulis akan bercerita soal makhluk hidup yang diklasifikasikan sebagai tetrapoda, namun ternyata penulis tidak hanya menceritakan soal makhluk hidup tetrapoda, melainkan juga menyertakan proses evolusi dari tetrapoda itu sendiri. Sementara itu, dalam cerita "Monolog 8 Mimpi" dapat terlihat dengan jelas bahwa musik klasik mempengaruhi penulis dalam proses penulisan cerita, hingga dalam cerita ini dapat dilihat penulis menyebut mahakarya musisi seperti Chopin, Bach, dan Rachmaninoff. Istilah-istilah musik khususnya mengenai dinamika juga beberapa kali dimunculkan dalam cerita tersebut. Perlu diketahui bahwa pemegang rekor cerita dengan unsur ilmu pengetahuan terbanyak adalah "Dongeng Negeri Z" yang di dalamnya berisi cerita yang diberi sentuhan biologi, kimia, fisika, serta sosiologi.
Munculnya hal-hal seperti itu mungkin dipengaruhi dari latar belakang penulis yang aktif dalam komunitas debat bahasa Inggris, yang menuntut penikmatnya untuk selalu aktif membaca dan mengetahui isu-isu terkini yang berkaitan dengan berbagai macam bidang ilmu, sehingga menginspirasi penulis untuk memasukkan isu-isu tersebut ke dalam setiap cerita. Dapat dirasakan bahwa terdapat pesan penting yang ingin disampaikan oleh penulis, yaitu semangat untuk selalu belajar dan haus akan pengetahuan, untuk menciptakan individu-individu berwawasan luas yang teguh dalam mempertahankan prinsipnya, tetapi disaat yang sama juga dapat memahami dan menghargai alasan-alasan yang dianut oleh orang lain untuk mempertahankan prinsipnya masing-masing.
Selanjutnya, bagian yang menarik dan berkesan. Keseluruhan buku ini sendiri memberikan rasa familiar dan tidak biasa secara bersamaan. Tidak biasa karena bacaan ini memuat banyak isu-isu yang jarang diangkat kedalam cerita, mungkin karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama, seperti feminisme yang dianggap sebagai pemberontakan perempuan terhadap “peran alaminya” serta soal LGBT yang juga dianggap melawan kodrat manusia dan tidak sesuai moralitas yang berdasar pada agama. Buku ini juga membawa kesan familiar karena mendorong pembaca untuk tidak hanya sekedar membaca lalu melupakannya, tapi meninggalkan pesan dan makna yang berkesan mengajari bahwa selama hidup, kita harus memahami alasan dibalik setiap hal yang kita kerjakan.
Salah satu cerita yang menarik untuk dilihat lebih jauh yaitu "Atma dan Wayang Bebernya ", yang menawarkan kisah peliknya kehidupan seorang gadis yang bercita-cita menjadi dalang, yang keinginannya ini ditentang keras orangtuanya (karena menjadi dalang adalah pekerjaan lelaki). Tidak hanya mimpinya yang terhalang restu kedua orangtuanya, tapi juga perasaan cintanya. Dengan akhir cerita yang tidak seindah dongeng masa kecil, kisah ini membawa kesan realistis dan membawa pembacanya berpikir tentang kehidupan yang bercabang antara mengejar impian atau menuruti keinginan orang tua yang menyayangi kita, dan bagaimana pun itu, pada akhirnya setiap keputusan yang diambil akan memberi warna sendiri, dan ketika petualangan kita selesai, maka kita akan sampai pada titik peristirahatan terakhir yang tenang.      
Pada akhirnya, selain cerita yang menggugah, buku ini juga menawarkan pelajaran kehidupan dengan cara yang berbeda, bukannya mentah-mentah menuliskan pelajaran apa yang dapat dipetik dalam setiap ceritanya, tetapi menuntut pembacanya untuk berpikir dan merefleksikan sendiri maknanya. Buku ini mungkin tidak akan disukai oleh tipe pembaca yang menyukai cerita-cerita yang ringan, namun bagi tipe pembaca yang selalu merefleksikan kembali setiap makna dari cerita yang dibaca, membaca buku ini mungkin dapat menjadi alternatif yang tepat.


Ruth Yuliana SalimMahasiswi Psikologi di Universitas Sebelas Maret, menyukai isu-isu feminisme dan aktif dalam kegiatan debat Bahasa Inggris di tingkat regional dan nasional.




Share:

0 komentar