Benih-benih Perjumpaan, kolom akhir Rizka Nur Laily Muallifa



Daku tak ingat benar kronologinya. Yang jelas tahun 2015 menjadi tahun bagi tumbuhnya benih-benih perjumpaan Diskusi Kecil. Ingatan boleh berpulang pada berbagai kenangan termasuk menyepakati  Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) sebagai tempat memenuhi janji pertemuan. Hingga kini, pertemuan-pertemuan itu tetap kami tunaikan di tempat yang sama. Juga pada hari dan jam yang relatif sama sejak pertemuan pertama.
Kadang kami berjanji bersama-sama membawa karya –entah puisi atawa cerpen. Kepulangan kami biasanya disertai janji membaca buku tertentu untuk didiskusikan di pertemuan berikutnya. Barangkali dua jenis kegiatan itu yang paling sering kami lakukan. Kendati ada beberapa hal lain seperti mengatur perjumpaan dengan beberapa penulis di lingkaran Pawon untuk berbagi kisah seputar proses kreatif dalam berkarya. Juga membantu persiapan acara-acara sastra hasil kerja sama Pawon dengan Balai Soedjatmoko. Hingga yang belum lama berlalu, mencoba menggagas acara sastra dengan tokoh utama mahasiswa.
Tahun 2016 barangkali menjadi tahun pergolakan bagi keanggotaan Diskusi Kecil. Beberapa wajah baru hadir, beberapa di antaranya baru merasai kulit ari lantas perlahan beringsut dari perjumpaan. Meski begitu, kami sempat melahirkan zine, yang semoga saja masih terus diikuti kelahiran-kelahiran berikutnya. Zine sejatinya ialah pelecut bagi proses kekaryaan anggota Diskusi Kecil.
Untuk kali pertama Diskusi Kecil terlibat aktif menghimpun karya-karya demi kepentingan terbitnya Buletin Sastra Pawon sekarang ada di tangan pembaca. Proses penghimpunan karya yang kurang lebih sebulan memberi banyak pelajaran hidup. Dengan formasi keanggotaan yang tak mengikat (serta tak tentu) kami lantas sepakat Buletin Sastra Pawon edisi kali ini cukup diorganisasi oleh lima orang: Bunga Hening Maulidina sebagai penghimpun cerpen, Aji Ramadhan sebagai penghimpun puisi, Liswindio Apendicaesar menghimpun layar kata, Thea Arnaiz Le menghimpun kisah buku, dan daku menghimpun esai.
Sementara daun-daun pikiran terus kami hijaukan di setiap perjumpaan. Ada gairah yang malu-malu, yang nampaknya setiap saat bisa saja membuncah. Untuk menumbuhkan bibit-ibit kekaryaan. Juga untuk mengulang terlaksananya acara sastra semacam Mahasiswa Berpuisi.[]

Share:

0 komentar