/I/
Eka kecil sudah gemar membaca, ini nampak dari kesukaannya membaca novel horor dan silat (untuk menyebut beberapa penulisnya seperti Abdullah Harahap, Kho Ping Hoo, pen) ketika berada di luar rumah. Sementara di hadapan orangtuanya, ia mengganti bacaannya menjadi sejenis Lima Sekawan dan Trio Detektif. Ini mirip dengan pengalaman kecilku, bedanya pengalaman Eka bersinggungan dengan bacaan, sementara aku dengan program tayangan televisi. Ketika bapak dan ibuku tidak sedang berada di rumah, aku menonton program ftv yang jelas-jelas menampilkan cerita-cerita percintaan remaja. Yang sejujurnya kerap membuatku mengkhayal ada di posisi pemain utama perempuan! Haha. Sementara ketika bapak dan ibuku pulang kerja, sontak channel televisi buru-buru kuganti dan aku membenahi mimik wajahku supaya tak nampak gugup di depan keduanya.
Ketika remaja, Eka dan hobi membaca serta menulis makin menyatu, meski sebenarnya ia lebih ingin jadi anak band. Ia pernah main band, memegang berbagai alat, seperti drum dan gitar. Ia sempat menulis lirik lagu tapi dengan cepat ia lupakan. Laiknya kebanyakan remaja pada masanya, ia mendengarkan lagu-lagu Nirvana, Pearl jam, Guns N’ Rose, The Rolling Stone, Rush dan Led Zeppelin. Kepergian Eka ke Yogyakarta misalnya, motif terbesarnya ialah untuk bermain band bersama teman-temannya di sana. Namun, dirasa alasan jauh-jauh ke luar kota untuk main band akan susah diterima orangtua, maka mendaftarlah ia di Universitas Gajah Mada (UGM). Di Yogya, hampir setiap minggu Eka bermusik di studio dengan genre rock. Sementara kini Eka menyukai SNSD. Ia bahkan hafal nama-nama personil SNSD. Kepada beritagar(dot)id, Eka mengaku mengoleksi lagu-lagu SNSD di laptop, ia membeli lagu-lagunya.
Meski tak menyukai belajar di kelas, Eka seorang pemikir dan pembaca yang rakus. Ketidaksukaannya terhadap metode belajar di kelas misalnya ketika dua minggu ia tidak masuk kelas (orang tuanya tidak tahu akan hal ini, pen). Ia kemudian dikeluarkan dari SMA-nya. Pindah ke SMA swasta di mana rambut murid laki-laki boleh gondrong serta aturan-aturan institusi sekolah yang lebih longgar sangat dinikmati Eka. Seusai Eka lulus dan dinyatakan masuk Jurusan Filsafat UGM, namanya disebut-sebut setiap kali upacara hari senin sebagai sosok teladan.
Sementara kecil ia tumbuh di Pangandaran, daerah pesisir yang ia akui terbelakang dalam hal literasi. Ke luar kota dijadikan momentum Eka untuk melunasi nafsunya akan bacaan. Yogyakarta menjadi saksi pembacaan Eka atas berbagai jenis bacaan, tidak sedikit yang ia baca ialah yang tidak dibaca kebanyakan orang. Ia mengaku mendapat kejutan-kejutan dari bacaan-bacaan yang demikian. Ia seorang pengagum sastrawan-sastrawan macam Gabriel Garcia Marquez, Orhan Pamuk dan Roberto Bolano, yang buku-bukunya berjajar di rak kayu di dekat meja tulis Eka. Penulis Indonesia yang karya-karyanya diakrabi Eka untuk menyebut di antaranya Freddy S, Enny Arrow, Abdullah Harahap, juga Pramoedya Ananta Toer.
Berkait dengan media sosial, Eka mengaku menjauhinya. Ia misalnya, menghindari nafsu untuk berkomentar di media sosial sebab menghindari keinginan untuk membalas komentar secara terus-menerus. Bayangkan, terkadang kita dibuat jengah menemui peristiwa berkomentar yang lebih mirip perang yang berdarah-darah! Ihwal ini, Eka lebih nyaman berada di rumah, ketemu dengan orang. Ketemu orang secara nyata, riil, yang bisa diajak ngobrol. Pertemuan jasadi!
/II/
Eka suka menggunakan nama-nama hewan untuk menamai tokoh-tokohnya. Di Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas: Si Tokek, sahabat Ajo Kawir (tokoh utama, pen) yang rela tidak berhubungan badan dengan perempuan manapun selama “burung” Ajo Kawir masih terlelap. Ayah Si Tokek bernama Iwan Angsa. O, nama monyet yang menjadi tokoh utama di novel terbarunya yang juga berjudul “O”. Sementara penggunaan nama hewan untuk judul bukunya ialah Lelaki Harimau, menceritakan tentang seorang lelaki yang membunuh dengan cara menggigit leher seseorang hingga koyak sebab ada harimau di dalam dirinya. Membayangkan adegan ini rasanya geli! Eka membuat adegan ini sebagai penutup novelnya.
Perempuan selalu bersedia menjadi objek di dalam cerita-cerita Eka. Ini misalnya nampak di novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ketika dua sahabat remaja (Ajo Kawir dan Si Tokek, pen) melihat dua polisi menyetubuhi perempuan gila. Di dalam Lelaki Harimau juga dikisahkan, ibu Margio meski awalnya risih dan menolak saat misalnya dicubit pantatnya, lama-lama jatuh ke pelukan Anwar Sadat (majikan tempat ibu Margio bekerja, pen). Ibu Margio bahkan ketagihan berhubungan badan dengan majikannya sebab dengan melakukan itu ia merasa sebagai seorang wanita yang beruntung, ia merasa mendapatkan kasih sayang dan kelembutan dari seorang lelaki dewasa yang juga ahli dalam hal ranjang dan selangkangan.
Untuk tak melulu menyoroti tokoh perempuan yang menjadi objek di karya Eka, di Lelaki Harimau aku menemukan kekasih Margio, namanya Maharani, ia ialah salah satu anak Anwar Sadar yang dalam adegan-adegan sensuil justru menjadi subjek. Ini nampak menjadi perkecualian bagi penceritaan-penceritaan Eka tentang perempuan. Kekasih Margio diceritakan senang bermanja-manja dengan menyandarkan kepalanya ke pundak Margio, mengalungkan tangannya, bahkan pada satu ketika di salah satu sudut lapangan yang petang dan jauh dari jangkauan kebanyakan orang, kekasih Margio itu mencium Margio. Sedang Margio digambarkan sebagai sosok yang dingin, yang takhluk, yang tak habis pikir kekasihnya sedemikian rupa. Margio malu, sebagai lelaki ia tak punya keberanian sebesar Maharani untuk menunjukkan cintanya.
Muammar Fikrie/Beritagar(dot)id menyebut Eka sebagai sosok yang liar tapi tidak murahan. Eka menyebut Freddy S dan Enny Arrow banyak berpengaruh terhadap karyanya. Sementara Pamoedya Ananta Toer yang disebut-sebut seorang Indonesianis Ben telah mendapat penggantinya setelah kematiannya sepuluh tahun lalu. Ialah Eka Kurniawan, sebut Benedict Anderson. Pram bagi Eka kemudian ialah teladan yang semangat menulisnya ia contoh.
/III/
Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) beberapakali karya Eka ditolak majalah anak. Di masa-masa itu Eka mengaku belum serius untuk menjadi penulis, sementara minatnya mengirim tulisan-tulisannya ke majalah kian besar sebab ia tidak ingin jadi medioker di antara teman-temannya. Semasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) beberapakali Eka menulis untuk Majalah Hai dan Aneka. Sejak itu, setiap kali ada pembuatan majalah dinding di sekolah, Eka menjadi pimpinan redaksinya. Harian Bernas menjadi media yang memuat cerpen Eka pertama kali, judulnya Hikayat Si Orang Gila.
Bersama Ben yang sejak 2008 dikenalnya, Eka memilih Labodalih Sembiring untuk menerjemahkan Lelaki Harimau ke dalam Bahasa Inggris. Lelaki Harimau atau Man Tiger kemudian menjadi pemenang di Man Booker Prize 2016. Seiya dengan Muammar Fikrie, di dunia prosa, Man Booker—penghargaan terhadap karya sastra berbahasa Inggris—dianggap sebagai penghargaan bergengsi yang berada satu level di bawah Nobel Sastra. Masterpiece Eka, Cantik itu Luka atau Beauty is Wound mendapat penghargaan World Readers Awars pada Maret 2016 lalu di Hongkong. Itu untuk menyebut beberapa prestasi Eka yang saya ketahui[]
Solo, 17 Juli 2016
Dipersiapkan untuk Program Bincang Sastra edisi Minggu, 17 Juli 2016
Rizka Nur Laily Muallifa, yang bermimpi sesekali bisa jadi Maharani!
pic diambil dari: http://ketemulagi.com/profil-penulis-eka-kurniawan-peraih-world-readers/
http://merakitalinea.tumblr.com/post/147620425212/eka-yang-liar-tapi-tidak-murahan
Tentang Kami
- Buletin Sastra PAWON
- didirikan dan didukung oleh sejumlah komunitas sastra di Solo, Jawa Tengah. Terbit pertama kali pada Januari 2007. Dalam perjalanan waktu, buletin PAWON meluaskan kegiatan ke wilayah lain diluar penerbitan, yakni mengadakan diskusi, workshop penulisan, kelas menulis, pentas seni dan sastra, menambah lini penerbitan, pendokumentasian kota melalui cerita dan lain sebagainya.