Puisi-puisi Noura Nahdliyah
‘Antara Daun, Suara, hingga Purnama‘
Daun berpucuk hijau menyibak tanda tanya besar. Sekuat itukah rasa hingga tak mudah pudar meski sudah diseduh air bergelembung hingga beruap derita.
Masih tentang suara yang melantunkan ayat kedamaian, menyampaikan kecintaan pada Sang Maha Suci, menyebarkan sabda pada tiap-tiap telinga nista.
Begitupun purnama, indah dalam bulatan cahaya merona. Hinggap dalam malam yang kian pekat, mengirimkan salam kedamaian untuk kehidupan mimpi yang kian lelap.
Sementara ini anganku masih berlari, antara surat daun yang pernah terkirim dulu, tentang suara yang pernah berlalu, dan purnama yang pernah tergapai lalu lepas lagi. Ah.. Tiga rona yang berbeda.
Rindu Hujan
Sajakku untuk angin yang mulai tenang,
untuk awan yang tak lagi hitam, kepada hujan yang sedang bersemayam.
Tak biasa angin tenang.. Biasanya ricuh bahkan saling beradu.
Tak biasa angin berhembus pelan.. Biasanya kejam hingga melenyapkan.
Dari angin kulihat awan, bertahta dalam gumpalannya yang kian hitam, pekat bergelantungan.
Dari awan kulihat hujan, deras dengan air yang keras, membawa langit habis terperas.
Kini tak ada lagi angin..tak ada lagi awan..bahkan hujan.
Semuanya tenang...aman..tentram.
Namun aku rindu pada hujan. . . Pada hitamnya awan. . Serta gaduhnya angin yang mengancam. .
Karena dari situlah kita berdiri berpegang tangan.
0 komentar