Pawon Edisi Hartojo Andangdjaja (edisi #43 tahun VII / 2014)
AKU
Aku, hanyalah anak wayang
Aku, hanyalah anak wayang
Menurut saja dimainkan Dalang
Di depan layar ditonton orang
Tapi aku juga Dalang,
Memainkan nafsu
Dan kadang menekan-menahan
Menguasau aku-aku.
Aku pun juga penonton wayang,
Menonton lakon di depan layar….
Anak wayang dimainkan Dalang
Dan ditonton orang,
Juga dalang,
Juga penonton wayang,
Itulah aku….
1945
HARTOJO ANDANGDJAJA, dilahirkan di Kampung Sondakan, Laweyan, Solo, pada tanggal 4 Juli
1930, sebagai putra ke-enam dari tujuh bersaudara.
Pendidikan terakhirnya di PGSLP (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama) Solo (1958). Bertugas mengajar di SMP dan SMA Simpangempat, Sumatera
Barat (1957-1962). Terakhir mengajar di STN Kartasura (1965).
Semenjak masih duduk di sekolah menengah (zaman Jepang dan di
zaman revolusi), ia sudah aktif menulis sajak-sajak dan menerjemahkan.
Sajak-sajak awal remajanya sudah banyak berhasil dimuat dalam berbagai majalah,
berdampingan dengan penyair-penyair Chairil Anwar, Anas Makruf, Umar Ismail, S.
Wakidjan, Rivai Apin dan lain-lain. seperti dalam majalah “ARENA” (1946);
“REVOLUSI PEMUDA” (1946) di Yogya, “PEMBANGUNAN” dan “PANTJA RAYA” (1946-1947)
dan “MIMBAR INDONESIA” (1949) di Jakarta, “SENIMAN”, “UDAYA” dan “SUARA MUDA”
(1947-1949) di Solo.
Sebagai penyair kreatif, ia pernah ikut menangani berbagai aneka
redaksi majalah. “MERPATI” (1948); “TJITA” (1952); “SIMPOSIUM/DWIWARNA” (1953);
“SI KUNCUNG” (1964); “RELUNG PUSTAKA” (1970) dan “MADYANTARA” (1974).
Ia pun termasuk salah seorang aktivis kebudayaan di kota Solo
semasa masih pelajar SMA. Pencetus gagasan HARI PUISI (1957), dan bersama DS
Moeljanto, mendirikan organisasi Lembaga Seni Sastra Surakarta (1952) dan
menyusun buku kumpulan puisi penyair-penyair muda Solo yang bernama “SIMPONI
PUISI”, yang diterbitkan dalam rangka peringatan Chairil Anwar (1954). Di RRI
Solo, ia juga sering mengadakan siaran-siaran “PANCARAN SASTRA” dan ikut
memelopori acara siaran “SAJAK DAN PEMBAHASANNYA”.
Hartojo Andangdjaja juga termasuk salah seorang penandatangan
“MANIFES KEBUDAYAAN” (1963) yang dilarang oleh Presiden Soekarno. Setelah
bermukim kembali ke Solo dan bebas dari mengajar sebagai guru, ia hanya aktif
menulis, menerjemahkan buku-buku dari Bank Naskah Dewan Kesenian Jakarta, yang
sudah banyak diterbitkan. Kumpulan sajak-sajaknya “BUKU SIMPONI” terbit tahun
1973.
Ia tutup usia pada tanggal 30 Agustus 1990. Meninggalkan seorang
istri dan dua orang anak, putera dan puteri. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman
umum Tegalkembang, Pajang, Solo dan diiringi dengan pembacaan sebuah sajaknya
yang terkenal dan monumental, berjudul: “RAKYAT”.
Tags:
Acara
0 komentar