Pawon Gelar Diskusi tentang Ranggawarsita, Sriwijaya Post, 17 Desember 2012, oleh Lasinta Ari Nendra Wibawa


Pada hari Jumat (14/12), Komunitas Sastra Pawon mengadakan diskusi tentang Ranggawarsita di pelataran Museum Radya Pustaka Solo.

Acara diskusi tersebut sekaligus menandai peluncuran Buletin Sastra Pawon edisi Ranggawarsita yang kemudian dibagikan gratis kepada para peserta.

Diskusi dibuka oleh Indah Darmastuti selaku koordinator acara pada pukul 18.45 WIB. Agak mundur dari rencana semula yang sedianya dimulai pukul 18.30 WIB.

“Saya pribadi sebenarnya belum begitu kenal dengan sosok Ranggawarsita,” ujar Maulana Kurnia Putra, mahasiswa Sosiologi FISIP UNS yang juga seorang esais yang ditunjuk sebagai moderator.

“Hal itulah yang membuat saya membaca tentang buku-buku yang menceritakan sosok pujangga yang terkenal di kota Solo tersebut.” tambahnya saat menjelaskan sekilas tentang pujangga yang terkenal dengan karyanya seperti Serat Kalatidha, Jaka Lodhang, Hidayat Jati, dan Sabda Jati.

Narasumber yang juga seorang seniman Solo yang bergiat di Padepokan Lemah Putih, Suprapto Suryodarmo menambahkan, “Ranggawarsita memantik saya tentang ide, khususnya tentang ajaran Manunggaling Kawula Gusti.”

“Saya sebenarnya kurang setuju dengan ajaran tersebut karena dalam satu sisi Tuhan tidak bisa kita bayangkan ujung pangkalnya. Tidak mengerti bagaimana wujud-Nya. Saya lebih suka mengatakan Manembahing Kawula Gusti,” tambah lelaki berusia 65 tahun yang lebih akrab disapa Mbah Prapto tersebut.

Berbeda dengan pendapat MT Arifin, peserta diskusi yang juga seorang pengamat politik dan militer.

“Ranggawarsita adalah satu-satunya pujangga yang menulis dengan menggabungkan antara sastra jawa dengan sastra pesisir. Hal itulah yang membuatnya berbeda dari ayah dan kakeknya, R. Sastronegoro dan Yosodipuro II,” ujarnya saat berkisah tentang sosok pujangga yang bernama asli Bagus Burham.

Beberapa tanggapan muncul dari para peserta seperti Ngadiyo Diharjo yang justru melakukan pendekatan psikologis antara orang tua dan anak.

Bagaimana ayah Ranggawarsita tak kenal lelah mendidik putranya yang dulunya nakal agar menjadi sosok yang menjadi panutan.
Pitoyo dan Han Gagas pun turut meramaikan jalannya diskusi yang digelar secara sedernaha di pelataran museum tertua di Indonesia yang terletak di jantung kota Solo malam itu.

Diskusi juga sempat diselingi dengan pembacaan tembang jawa atau lebih dikenal dengan nama “macapat” oleh kelompok seniman.
Diskusi yang berlangsung cukup meriah dan dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai kalangan baik dari kalangan mahasiswa, penulis, seniman, budayawan, dan umum tersebut ditutup pada pukul 21.30 WIB.


Lasinta Ari Nendra Wibawa, penikmat seni dan praktisi beladiri. Mahasiswa Teknik Mesin UNS, Surakarta.
http://palembang.tribunnews.com/2012/12/17/pawon-gelar-diskusi-tentang-ranggawarsita

Share:

0 komentar