Pawon edisi 37 Tahun VI / 2013
Enam
Enam. Angka ini seperti mengarahkan kami pada sebuah lorong panjang. Semuanya terasa lebih senyap dari biasanya. Masih ada sisa keringat di lipatan-lipatan baju tahun lalu. Masih ada kegetiran yang lantak. Namun untunglah, masih ada gairah yang khusuk. Bersemayam.
Enam. Angka ini seperti mengarahkan kami pada sebuah lorong panjang. Semuanya terasa lebih senyap dari biasanya. Masih ada sisa keringat di lipatan-lipatan baju tahun lalu. Masih ada kegetiran yang lantak. Namun untunglah, masih ada gairah yang khusuk. Bersemayam.
Enam. Tak sekedar melalui lilin-lilin untuk perayaan. Tapi melalui gelas-gelas teh manis yang mengawali ide-ide kecil yang berusaha diwujudkan. Membentuk. Mencoba terus tak mengeluh. Terus menertawakan kegagalan. Karena di sini semuanya telah tahu resiko yang diambil melalui lorong sunyi ini.
Enam. Semakin menguatkan harapan-harapan yang semula ada di ujung-ujung mimpi. Tergugah tapi tak mewujud. Terlelap tapi terus terngiang. Maka uluran tangan itu begitu terasa saling menguatkan.
Enam. Seperti tiupan nafas untuk sebuah pertemuan kembali. Pertemuan panjang mungkin. Dimana aku, engkau, dan kita semua berada pada hamparan meja yang terpampang tulisan-tulisan terurai, yang coba kita susun.
Enam. Itu tanda kita hari ini. Dan masih, seperti tahun-tahun sebelumnya, terasa seperti keajaiban.
Para Kontributor:
Puisi Ekohm Abiyasa
Puisi Wirawan
Puisi Kinanthi Anggraini
Cerpen Priyadi
Cerpen Nurlia Ummul Baroh
kisah buku Gunawan Tri Atmojo
Layar Kata Wulan Sari
Esai Widyanuari Eko Putra
Esai Budiawan Dwi Santoso
Esai Budiawan Dwi Santoso
Tags:
Buletin
0 komentar