Puisi-puisi Effendi Danata
KESEDERHANAAN YANG KITA BICARAKAN
di sepanjang sungai
tiba-tiba aku ingin bercermin
mencumbuimu dalam imajinasi
dengan dingin merangkul tubuh
aku menyaksikan
kau menawarkan rindu
yang terkelupas di bibirmu
menikam gairah
melintas keheningan
ada banyak jarak
pada kesederhanaan kubisikkan
dan kata-kata telah kusam
menyentuh telingamu
Lendek, 19 Agustus 2010
di sepanjang sungai
tiba-tiba aku ingin bercermin
mencumbuimu dalam imajinasi
dengan dingin merangkul tubuh
aku menyaksikan
kau menawarkan rindu
yang terkelupas di bibirmu
menikam gairah
melintas keheningan
ada banyak jarak
pada kesederhanaan kubisikkan
dan kata-kata telah kusam
menyentuh telingamu
Lendek, 19 Agustus 2010
JADI SUNYI
aku pernah menyingkap air mata
di sudut bibirmu
mencari sunyi
pada detak jantungmu
kian memuncrat
aku pernah memelukmu
dengan sesungging senyum
mengharap nuranimu
jadi sunyi
Lendek, 22 Agustus 2010
MEMBURU
kutengadahkan jiwa pada matahari
agar mengelupas jadi keringatmu
yang panas
kau memetik hidup
memburu nyawa
isyarat pergulatan hawa
menjulur-julur ke lidah nafsu
seumpama malaikat menawarkan
segelas susu dan roti
kau memintaku mencipta nafas
dengan suara tak lebih jelas
dari suara sesenggukan
kemudian aku tenggelam
di pinggir genangan air matamu
yang tak lagi setia
Lendek, 24 Agustus 2010
PERJALANAN ARAH ANGIN
I
burung burung memutar di udara
dengan suara sukar ditebak
dan laut bercerita tentang
pengembara memercik
kenagan lampau
di anjungan
seorang penyair rebah
dalam jantung
gadis berambut biru
di matanya beribu lamunan menjerit
mendesak takdir secepatnya sampai
ke seraut wajah
"mengapa arah angin tertahan" tanyanya
pada takdir tak kunjung tiba
juga pada gelombang yang tak
menuju menuju tepi
seberkas cahaya menuju barat
melesat cepat
meraba raba jalan belum dikuasai kelam
dan sebentar lagi nyawa tak bertuan
segera tiba
II
waktu menari tenang di seberang
seorang gadis biru
leluasa memainkan sepi
birunya melilitkan luka rahasia
Kayangan,
rasanya membuka mulut lebar lebar
menanti kapal berlabuh
di punggung dermaga
"kemana kutautkan batin menyala-nyala" bisiknya
kepada angin yang juga juga belum mampir
tapi di timur cahaya membawa ketakutan
suara laut lebih murung
dari kabut yang memelas
dan di udara
tampak burung burung
masih saja memutar
Lendek, 25 Agustus 2010
Effendi Danata, Lahir di Bima kemudian dibesarkan di sebuah
perkampungan nelayan desa Hu'u, Dompu. Selain mengajar teater di SMAN
1 Masbagek dan SMAN 2 Selong Lombok Timur, juga mengelola komunitas
sastra Rumah Sungai Lombok Timur dan menjadi pemimpin redaksi bulletin
EMBUN. beberapa karyanya diterbitkan dalam buku antologi puisi bersama
"Lampu Sudah Padam" (KRS,2010). Kini bermukim di Lendek, Padamara,
Lombok Timur, NTB. HP : 081918337284 Email :
pradanata.fendi35@gmail.com
Tags:
Puisi
0 komentar