Romansa Cita Rasa Film Thailand “Teacher’s Diary”, Layar Kata Yessi Trapsilo Dewi
Sutradara Nithiwat Tharathorn | Produser Jira Maligool, Vanridee Pongsittisak | Produksi Jorkwang Films | Penulis Naskah Tossapon Thiptinnakorn, Supalerk Ningsanond | Tanggal Rilis 20 Maret 2014 | Durasi 90 Menit | IMDb 7.9/10
Sejujurnya
saya belum terbiasa dengan film-film Thailand meskipun pernah nonton beberapa
judul. Ya, film yang akan saya ceritakan ini memang sebuah film drama Thai 2014
yang disutradarai oleh Nithiwat Tharathorn. Dimainkan dengan bagus oleh Laila
Boonsayak sebagai Guru Ann dan Sukrit Wisetkaew sebagai Guru Song. Cerita yang
diangkat adalah isu pendidikan yang nasibnya mirip dengan negeri kita, yaitu
tentang daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota di mana para orang tuanya
tidak memikirkan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
Nun di
sebuah pelosok dengan sungainya luas, ada sekolah terapung yang menjadi latar
utama cerita film ini. Sebagian masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan
penjual ikan. Anak-anak di sana pun turut membantu orang tua mereka menjaring
dan memancing ikan sebagai kesehariannya. Pemerintah pusat mendirikan sekolah
terapung agar anak-anak nelayan itu dapat bersekolah dengan layak. Berbagai
guru datang dan pergi karena tidak tahan harus mengajar di sekolah terapung
dengan kondisi yang ada. Bayangkan, untuk menuju sekolah terapung yang ada di
tengah sungai itu harus ditempuh menggunakan speedboat beberapa jam. Jangan
tanya soal sinyal ponsel seluler dan koneksi internet. Ketika musim hujan dan
badai, sekolah itu sewaktu-waktu bisa hancur diterjang angin besar dan gelombang.
Di sungai luas dan besar itu tak beda jauh kondisinya dengan laut; pasang surut
dan gelombang besar sering terjadi.
Satu-satunya
yang berjuang dan bertahan adalah Guru Ann meski ia ditentang oleh pacarnya
yang juga guru dan punya yayasan pendidikan swasta mentereng di pusat kota. Adegan-adegan
pertentangan antara Ann dan Nui, pacarnya, membuat Ann mengambil keputusan
untuk memilih tinggal di sekolah terapung. Di tempat yang lain, mantan pegulat
bernama Song juga sedang memiliki konflik dengan pacarnya. Pacarnya tidak
setuju Song menjadi guru honorer di tempat jauh dan terpencil, sampai Song
benar-benar memutuskan untuk berangkat ke sekolah terapung setelah tahu
pacarnya selingkuh dengan temannya. Hmm,
perih. Itu cewek pacaran sama orang lain pakai motornya Song, tidur bareng pula
di kamar Song.
Ketika menonton film ini,
ingatan saya tertuju pada film yang mengangkat isu serupa, pendidikan, yakni
film “Sokola Rimba“. Cerita yang diangkat adalah kepedulian pada tingkat
pendidikan anak-anak dari Suku Kubu (lebih dikenal sebagai Suku Anak Dalam)
yang sangat rendah. Pengetahuan mereka hanya sebatas lingkungan tempat mereka
tinggal. Sokola Rimba diangkat berdasarkan kisah nyata perjuangan Butet
Manurung yang bertekad masuk ke kawasan hutan bukit dua belas, Jambi, tempat
tinggal Suku Anak Dalam yang biasa disebut juga dengan Orang Rimba. The teacher’s diary ini pun diangkat
dari kisah nyata seorang guru di Thailand yang bertugas di sekolah sungai.
Berbeda dari Sokola Rimba, The Teacher’s
diary disertai bumbu romansa dan kekonyolan seorang guru yang merupakan
mantan atlet pegulat. Keterikatan antara Ann dan Song terjalin secara tidak
langsung melalui sebuah buku harian.
Kondisi sekolah terapung yang
berada di sungai ini sebenarnya juga terdapat di daerah-daerah terpencil di
Indonesia yang mengalami keterbatasan listrik dan lahan tanah keras. Seperti
misalnya di daerah Danau Panggang yang terletak di Amuntai, Kalimantan Selatan.
Di sana terdapat sebuah Kampung rawa yang merupakan kampung kecil yang berada
di tengah-tengah rawa besar, tempat habitat kerbau-kerbau rawa mencari makan.
Sekolah yang ada di sana mirip dengan sekolah terapung di film The Teacher’s Diary.
Menonton
film ini bagaikan menjelajahi Asia Tenggara yang merupakan Asia yang bukan
Jepang, Korea, ataupun Tiongkok; Asia yang berjuang untuk terus berkembang. Hal
tersebut mungkin menjadi alasan terpilihnya film ini sebagai perwakilan dari
Thailand untuk Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Awards ke-87, walaupun
akhirnya tidak masuk nominasi. Setidaknya, melalui The Teacher’s Diary wajah pendidikan dunia tahu bahwa ada sebuah
tempat yang masih harus berjuang untuk menjadi pandai berhitung dengan alasan
yang sederhana: agar tidak ditipu ketika berjualan ikan. Nonton deh, tidak rugi!
Yessi
Trapsilo Dewi atau Yessita Dewi, lahir di
Magelang 28 April 1974. Berdomisili di Solo. Tahun 1994 berprofesi sebagai
Penyiar Radio sampai tahun 2007. Pernah menulis beberapa naskah sandiwara radio
yang pernah disiarkan di Radio PTPN Solo dan beberapa naskah sinetron (Entong
Abunawas dari Betawi, De Item, Mamat Anak Pasar Jangkrik , Jiung dan si Pandir
dari Betawi, Dunia Udah Kebalik) dan FTV. Beberapa karya fiksi yang pernah
ditulisnya termasuk ke dalam antologi buku kumpulan cerita pendek (Kolase 2, 27
Februari 2011; Antologi Cerpen Joglo, 2012). Juara Harapan III Sayembara
Menulis Novel Dewan Kesenian Jawa Tengah 2011 (Lukisan 7 Bocah). Pegiat
Komunitas Sastra Pawon.
Tags:
Film
0 komentar