Ketika Danarto Selfie Dalam Setangkai Melati di Sayap Jibril, oleh Yuditeha
Bagi sebagian besar kita, dalam menggambarkan
sesuatu akan mengandalkan mata. Artinya apa yang tampak di mata kita memang
itulah kenyataannya. Tangan kanan menggenggam sesuatu akan kita lihat begitu
adanya - tangan kanan yang memegang sesuatu itu.
Dalam
gambar selfie akan terlihat
berkebalikan. Tangan kanan menggenggam sesuatu, di gambar selfie sesuatu itu akan tampak digenggam tangan kiri. Pada
kenyataannya baik tangan kanan maupun tangan kiri tersebut adalah satu tangan.
Danarto mampu melakukannya . Banyak
orang sering mengatakan, cerita Danarto adalah cerita sufistik: sebuah contoh
perilaku ganjil yang digambarkan dalam pengejawantahan dari petuah dan
peristiwa dengan permasalahan yang rumit. Biasanya memakai simbol dan didaktis.
Cara yang ganjil di sinilah yang menurut saya bagian selfie-nya Danarto.
Pengertian
lain yang juga sering kita dengar atas karya Danarto adalah sebuah karya yang
diurai dengan ketelitian penuh, menyeluruh dan saling terkait. Menurut saya
memahami sampai unsur terbalik dari gambar selfie
adalah gambaran dari kedetailan tersebut.
Ilmu
tanda atau isyarat juga sering digunakan Danarto. Hal itu bisa berarti tingkat
kesadaran yang dipakai Danarto melampaui kita yang awam. Jika kita melihat
tangan kanan, tapi Danarto melihat hal itu bukan hanya bisa tangan kanan,
tetapi juga bisa tangan kiri, seperti yang terurai dalam pengertian gambar selfie.
***
Berikut
tiga contoh ulasan selfie-nya Danarto
pada cerpen di kumpulan Setangkai Melati
di Sayap Jibril:
1. Cerpen Paris Nostradamus
Catatan
pengantar: Nostradamus adalah seorang sastrawan yang terkenal dengan
ramalan-ramalannya yang menghebohkan dunia. Setiap ramalannya memang
membingungkan tapi para ahli mulai menemukan arti dari sebagian ramalannya yang
memang terbukti benar. ( https://temperer.wordpress.com/2010/03/28/293/)
Dalam cerpen ini Danarto mengisahkan
Paris yang luluh lantah karena serangan nuklir. Cerpen ini dibuat Danarto pada
tahun 1988, dimana pada masa itu, selfie belum
populer, tapi Danarto sudah melakukannya dalam cerpen ini. Pada akhirnya
istilah Selfie kini semarak.
Sedangkan selfie-nya Danarto waktu
itu dalam cerpen tersebut adalah membuat cerpen ramalan tentang Paris, dan hal
itu terbukti pada tahun 2015, dimana Paris benar-benar mendapat serangan bom,
meski peristiwa itu tidak berskala besar seperti dalam kisah Paris Nostradamus.
2. Cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril
Danarto berbicara jimat pada cerpen ini.
(Disimbolkan dengan Setangkai Melati). Selain itu cerpen ini juga ada bahasan
tentang Al Qur’an dan sajadah, sebagai simbol kebaikan. Di sana dikisahkan
perjalanan jimat yang pada akhirnya sampai di Jalan Cendana. Tidak adanya
pernyataan jimat itu sesuatu yang buruk, dan juga tidak adanya penyataan jimat
itu sesuatu yang baik itulah unsur selfie
dari cerpen ini – tangan kanan dan tangan kiri, sesungguhnya satu tangan.
3. Cerpen Buku Putih Seorang Preman
Cerita tentang seorang preman yang
disarankan bertobat oleh kiai. Cerpen ini bukan menceritakan sisi jahat dari
sosok preman – yang sebenarnya dapat menjadi pengertian dan keterangan
pendukung bahwa dia telah dianggap berada pada kondisi harus bertobat - tetapi
justru mengisahkan perjalanan hidup preman itu sendiri. Inti dari tanda besar
dalam cerpen ini adalah datangnya sosok
bersayap yang berbinar-binar, lebih terang dari matahari menjadi tameng sang
kiai. Cara penyajian tentang sosok preman, dan kenyataan bahwa kekuatan
dari kiai yang sesungguhnya bukan dari aku-nya kiai tersebut adalah sisi unsur selfie dari cerpen ini.
Ke-27
cerpen dalam buku ini memiliki gaya penceritaan yang hampir sama, yaitu bergaya
selfie, dengan mengusung tema yang
berbeda-beda. []
// Yuditeha, Pendiri
Kamar Kata Karanganyar. Menuis cerpen, puisi, dan novel. Buku-bukunya: Komodo Inside (Grasindo), Balada Bidadari (Kompas), Kematian Seekor Anjing Pun Tak Ada yang
Sebiadab Kematiannya (Basabasi), dll.
1 komentar