Pengajaran Sastra: Saatnya Guru Juga Belajar, oleh Ayu Prawitasari (Laporan Khusus Solopos, 19 Desember 2016)
“Apa jadinya saat pelajaran membuat
resensi novel, guru tidak tahu novel apa yang dibaca para siswa? Padahal gurunya sudah berusaha mencari novel itu di
mana-mana. Berdasarkan pengalaman itu, menurut saya, guru
memang harus selalu belajar tentang hal-hal terbaru. Sekali saja tak update, akan ketinggalan,”
kata guru bahasa Indonesia SMAN 4 Solo yang juga Ketua
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMA Solo, Widodo Eko
Rusmanto, saat dijumpai Espos di
sekolah tersebut, Rabu (14/12).
Era gadget memungkinkan siswa tidak hanya membaca
buku dalam bentuk cetak, namun juga dalam bentuk elektronik (e-book). Aplikasi
Wattpad yang bisa diunduh lewat Playstore memungkinkan para remaja membaca
novel utuh secara gratis. Tak hanya membaca novel baru dan klasik macam Pride and Prejudice secara cuma-cuma,
para pengguna juga bisa mengunduh hasil karya mereka untuk dibaca banyak orang.
“Saya ingat saat seorang siswa membuat
resensi novel Meme Dibaca Mim karya
Anindita Adhiwijayanti. Saya cari di mana-mana tidak ketemu. Isinya soal
meme-meme yang ramai di media sosial sekarang sekaligus tentang persahabatan.
Ternyata bukunya baru diterbitkan dan para siswa sebelumnya membaca lewat
ponsel. Guru ternyata harus belajar hal-hal seperti itu. Intinya kalau tidak update memang kerepotan,”
ujar dia.
Meski dalam pelajaran bahasa Indonesia sastra lama
tetap harus diajarkan, namun menurut Widodo, para siswa tentu lebih suka dengan
novel yang menceritakan tentang dunia mereka. Pelajaran moral dan nilai-nilai
lebih mudah masuk lewat novel modern yang isinya sesuai dunia remaja.
“Intinya belajar sastra itu kan memahami
orang lain. Tidak boleh memaksakan kehendak sendiri. Pasti lebih enak membaca
karya sastra baru yang sesuai dengan dunia anak-anak,”
kata dia.
Sebaliknya, menurut Widodo, para orang tua juga bisa
memahami putra-putri mereka melalui novel atau cerita pendek remaja. Mereka
akan tahu bagaimana dunia remaja saat ini yang sungguh berbeda dibanding generasi
lama.
“Dalam novel Meme Dibaca Mim itu, misalnya, saya akhirnya bisa menerima bahwa
jam belajar zaman saya dulu kadang tak bisa diterapkan pada anak sekarang.
Dengan banyaknya kegiatan, siswa sekarang akan memanfaatkan waktu luang untuk
belajar. Tak perlu diberi jadwal dan jam-jam tertentu karena mereka bisa memanajemen waktu dan tahu manfaat belajar. Belajar kata anak-anak
zaman sekarang bukan seperti orang menonton film di bioskop yang ada jamnya,”
jelas dia sambil tertawa.
Seorang siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 4 Solo, Alma
Fitria Milania, mengatakan membaca dengan aplikasi Wattpad praktis dan tidak merepotkan.
“Hanya dengan bawa ponsel kita bisa baca
di mana-mana. Enggak ribet seperti kalau bawa buku. Saya baca buku apa saja
lewat Wattpad, yang bahasa Indonesia maupun yang bahasa Inggris. Kalau kata
orang-orang membaca lewat ponsel bikin mata capek, bagi saya tidak. Kalau
ceritanya menarik, sudah lupa apa-apanya,”
jelas anggota ekstrakurikuler majalah dinding (mading) yang karyanya berupa
mading tiga dimensi menjadi juara II tingkat Provinsi Jateng belum lama ini.
Tags:
esai
0 komentar